Kisah ini ketika Gus Dur meminta tokoh Muhammadiyah jadi Imam Tarawih, legenda ketua umum Muhammadiyah yang dikisahkan ini adalah Pak AR.
Bukan inisial Amien Rais, tapi Abdul Rozak Fakhruddin, dikenal dengan panggilan Pak AR.
Beliau adalah Ketua Umum Muhammadiyah paling lama menjabat dari 1971-1990.
Suatu hari, di bulan Ramadhan, Gus Dur mengundang Pak AR ke Tebuireng, Jombang.
Tiba waktu shalat tarawih, Gus Dur mempersilahkan (menghormati) tamunya Pak AR memimpin ribuan jamaah tarawih, yang jelas saja NU.
Sebelum mulai tarawih, Pak AR bertanya pada jamaah: “Ini mau tarawihnya cara NU yang 23 rakaat, atau Muhammadiyah yang 11 rakaat?”
“NU…UUU…UU....”
Kompak jamaah menyahut dengan rasa hereoik pada ke-NU-annya di hadapan tokoh besar Muhammadiyah tersebut.
Pak AR mengiyakan saja. Lalu dimulailah shalat tarawih.
Cara ngimami Pak AR pelan, halus, kalem, tuma'ninah, khusu', surah yang dibaca pun cukup panjang (sedang) sehingga baru usai delapan rakaat saja, durasinya sudah melampaui shalat tarawih ala NU yang 23 rakaat.
Pak AR berkata sambil menoleh pada jamaah sebelum lanjut takbir berikutnya: “Ini mau lanjut 23 rakaat ala NU beneran?”
Kompak para jamaah menyahut: “Ala Muhammadiyah saja…..”
Pak AR pun senyum menyetujui, diiringi tawa gelak para jamaah.
Begitu Tuntas tarawih dan witir, Gus Dur dengan sigab mengambil pengeras suara dan berkata kepada para jamaah di hadapan Pak AR.
“Baru kali ini ada sejarahnya warga NU di kandang NU di Muhammadiyah-kan secara massal oleh seorang Muhammadiyah saja"….
Semua orang tertawa terkekeh kekeh, termasuk Pak AR.
Indahnya persahabatan & Toleransi Antar Golongan.
Editor : Hadi Widodo