get app
inews
Aa Text
Read Next : Saingi Minyak Goreng, Indonesia Bakal Produksi Massal Minyak Makan Merah Januari 2023

Mahalnya Harga Minyak Goreng, Beban bagi Penjual Nasi Goreng Keliling

Kamis, 21 April 2022 | 03:24 WIB
header img
Aksi Khotib (30 tahun) saat melayani pembeli.

Gerobak yang dilengkapi lampu patromaks itu telah menjadi bagian hidup Khotib (30 tahun) selama belasan tahun. Alat penggorengan dan kompor gas yang telah dimodifikasi menjadi peralatan tempurnya menjalani pertarungan nasib sebagai seorang perantauan di Kota Pekalongan.

Khotib memang seorang pendatang di kota ini. Ia telah lama meninggalkan kampungnya, Ampelgading, Kabupaten Pemalang. Awalnya, ia merantau ke Ibukota, Jakarta. Bekerja sebagai seorang tukang bersih-bersih di sekitaran Gelora Senayan. Namun, sejak tahun 2010, ia memilih tinggal di Kota Pekalongan dan beralih profesi menjadi seorang penjual nasi goreng keliling.

Pengalaman hidupnya yang keras itulah yang agaknya membuat pria bertubuh kurus itu pantang menyerah. Setiap malam, sebelum ia mangkal di pinggiran jalan depan Pasar Grogolan Baru, ia berkeliling dengan gerobaknya menjajakan nasi goreng dan bakmi yang ia jual. Lantas, sambil melepas lelak, ia mangkal di depan Pasar Grogolan Baru.

Dengan setia ia menunggu pembeli. Dengan segenap hati, ia layani setiap pelanggannya. Khotib seorang penjual nasi goreng keliling yang ramah kepada semua pelanggannya, sampai-sampai para pelanggannya sangat paham betul kepribadiannya.

Kadang-kadang para pelanggan menggodanya dengan berbagai kelakar ala jalanan. Menanyakan soal anak dan istrinya yang tak diajak serta merantau. Atas pertanyaan itu, ia selalu menjawab, ia tak ingin membuat anak-istrinya menanggung beban yang sama. Cukuplah ia sendiri yang menanggung. Apalagi, ia adalah tulang punggung keluarga.

Soal hasil yang didapat, diakuinya memang tak seberapa. Yang penting, katanya, cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Ya, hidup sebagai perantau itu kan harus pinter-pinter mengatur keuangan. Soalnya, dapurnya ada dua. Satu di sini, di kos-kosan. Satunya lagi di rumah,” seloroh Khotib sambil memainkan spatula di atas wajannya.

Dikatakannya, salah satu cara yang dilakukannya untuk mengatur keuangan itu dengan membagi waktu untuk pulang kampung. Biasanya, ia akan pulang kampung setiap dua minggu sekali. Dengan begitu, ia akan bisa mengatur keuangan keluarganya dengan lebih baik.

Tetapi, ada hal yang belakangan ini menjadi keluh kesah. Terutama karena harga minyak goreng mahal. “Harga minyak sekarang masih mahal. Makanya, kudu pinter juga ngatur lalu lintas modal buat jualan,” katanya.

Dia mengaku tidak mengurangi porsi atau mengurangi komposisi bumbunya. Karena ia ingin agar pelanggannya benar-benar puas. Ia tidak ingin kehilangan pelanggannya.

“Siasat yang saya ambil ya dengan tidak nggoreng kerupuk sendiri. Biasanya kan kerupuk itu saya goreng sendiri. Ini karena minyaknya mahal, saya beli punya orang. Bisa irit ongkos produksinya. Itung-itung sekalian berbagi rezeki juga dengan bakul-bakul kerupuklah,” tuturnya polos.

Meski begitu, tetap saja, mahalnya harga minyak membuat usahanya agak kembang kempis. Ia bahkan terpaksa mengurangi produksinya. Sebelumnya, setiap ia berjualan bisa sampai menghabiskan 4 sampai 5 kilogram beras untuk dihabiskan dalam sekali jualan. Kini, begitu harga minyak melambung, ia hanya mampu menjualkan 2 sampai 2,5 kilogram beras.

“Otomatislah, pendapatan berkurang. Tapi, saya tetap berusaha agar uang jatah untuk orang-orang di rumah tidak saya kurangi. Ora ilok (tidak baik), kalau kata ibu saya,” akunya.

Kini, selama bulan Ramadan, ia menambah jam kerjanya. Jika semula hanya sampai jam 1 pagi, sekarang ia memaksa diri agar bisa berjualan sampai jelang subuh, mendekati waktu imsak. “Memang ini agak memaksa, tapi ya saya harus jalani. Soalnya, anak-istri saya di rumah tentu berharap bisa ikut merayakan Lebaran tahun ini. Ya apa sih tujuan kerja kalau bukan untuk membuat orang-orang di sekeliling kita bahagia?” terangnya sambil mengusap peluh di jidatnya.

Perjuangan Khotib mengais rezeki di kota rantauan memang berat. Tetapi, ia tak kendor semangatnya untuk terus berusaha membuat senyuman anak-istrinya terus mengembang. Biarpun susah ia rasakan hidupnya sendiri.

Editor : Ribut Achwandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut