Soeharto merupakan salah satu dari 2.150 perwira PETA yang dibubarkan sekaligus dilucuti Jepang. Soeharto yang tidak memiliki hubungan dengan para pemimpin gerakan nasionalis kemudian memutuskan pulang ke Yogyakarta.
Dalam perjalanan ia mendengar kabar tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Jepang telah menyerah kepada sekutu. Namun semua itu belum bisa dipastikan kebenarannya.
Setibanya di kota Yogyakarta pada akhir Agustus 1945, Soeharto melihat dengan mata kepala sendiri demam revolusi kemerdekaan. Pekik merdeka terdengar di mana-mana. Kabar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata benar adanya.
Dikutip dari Anak Desa Biografi Presiden Soeharto, mantan perwira PETA, Soeharto sangat kagum menyaksikan keadaan itu, “Ia merobah rencana pulang ke kampung asalnya dan memutuskan untuk tinggal di kota revolusi ini”.
Tidak berlangsung lama, kelak pada 5 Oktober 1945, Soeharto ditunjuk sebagai wakil komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan cikal bakal TNI.
Dalam sejarah Indonesia, Soeharto kemudian menjadi Presiden Indonesia yang kedua, menggantikan Bung Karno.
Dua hari kemudian atau 19-20 Agustus 1945, terjadi peristiwa yang membuat Soeharto semakin bingung. PETA dinyatakan telah dibubarkan disusul pelucutan senjata oleh Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang. Sebanyak 13.000 pucuk senjata diserahkan tanpa terjadi insiden.
Yang diketahui Soeharto, sesudah kesatuan-kesatuan PETA menyerahkan senjata, sejumlah perwira tentara Jepang tiba-tiba muncul secara rahasia di lerang Gunung Wilis. Mereka mengabarkan bahwa tentara Peta telah dibubarkan.
Para prajurit PETA, termasuk Soeharto dan rekan-rekanya dibebaskan pulang ke tempat asal masing-masing. Mereka mendapat bayaran enam bulan gaji, ditambah jatah pakaian serta bahan makan berupa beras, garam dan gula.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait