Inilah 10 Fakta Utang RI, Pertumbuhan Aset Melebihi Penambahan Utang

Muhammad Burhan
Utang yang dimiliki Pemerintah Republik Indonesia (RI) selalu saja menjadi bahan perbincangan apalagi di tahun politik. Foto:ISTIMEWA

JAKARTA, iNewsPantura.id - Utang yang dimiliki Pemerintah Republik Indonesia (RI) selalu saja menjadi bahan perbincangan apalagi di tahun politik. Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menyampaikan 10 fakta utang Indonesia dalam cuitan di akun Twitter-nya.

Fakta-fakta tersebut, disampaikan untuk menanggapi pernyataan dari sejumlah pihak yang menyinggung utang Indonesia, termasuk dari mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK). Inilah 10 fakta terkait utang yang dimiliki Pemerintah   RI :

1.Fakta pertama, Stafsus Yustinus membantah tudingan yang menyebutkan pihaknya mengeluarkan Rp. 1.000 triliun per tahun untuk membayar utang. Hal serupa pun sudah pernah disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani. “Dalam pembayaran pokok dan bunga utang, pemerintah sangat berhati-hati dan terukur agar kemampuan bayar dan kesinambungan fiskal tetap terjaga,” tulis Stafsus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo dalam akun twitter resmi, Kamis (1/6/2023).

2.Fakta kedua, Yustinus melanjutkan, rasio utang terhadap produk domestik bruto per April 2023 mengalami penurunan menjadi 39,17 persen dari 39,57 persen pada Desember 2022. Kebijakan countercyclical penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi membuat rasio utang meningkat, yakni pada 2020 sebesar 39,4 persen terhadap PDB dan 2021 sebesar 40,7 persen terhadap PDB. Bahkan, angka tersebut berada jauh di bawah rasio utang negara berkembang lainnya. Adapun rasio utang China pada 2021 menyentuh 71,5 persen.

3. Fakta ketiga, pemerintah pun disebut patuh terhadap pada fiscal rule. Konsekuensinya, kenaikan PDB Indonesia lebih besar daripada utang, di saat mayoritas negara ASEAN dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi daripada PDB.

4.Fakta keempat, efek pengganda yang besar. Dalam kurun waktu 2018 hingga 2022, ketika dunia mengalami krisis karena pandemi, utang pemerintah mampu menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian sebesar 1,34. Capaian ini dinilai lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk AS, China, dan Malaysia.

5.Fakta kelima, 73 persen utang Indonesia berasal dari SBN domestik atau dalam mata uang Rupiah. “Sehingga ini baik untuk menekan risiko pasar dari melambungnya nilai utang karena pelemahan rupiah,” ungkap Yustinus.

6. Fakta keenam, risiko utang Indonesia menurun tajam. Ini ditandai dengan rasio pembayaran pokok (debt service ratio/DSR) dan bunga utang dengan pendapatan yang terus turun. Mulai dari sebesar 47,3% pada 2020 menjadi 34,4 persen pada 2022. Kemudian kembali turun, hingga menjadi 28,4 persen pada April 2023. Prastowo juga mengatakan rasio pembayaran utang (interest ratio/IR) terhadap pendapatan juga menurun dari 19,3 persen pada 2020 menjadi 14,7 persen pada 2022 dan 13,95 persen per April 2023. Ini menunjukkan kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat.

7.Fakta ketujuh, Indonesia masih dipandang reliable dalam pengelolaan utang. Hal ini ditunjukan melalui penilaian dari lembaga-lembaga pemeringkat kredit, seperti Standard & Poor's, Moody's, dan Fitch yang memberi rating BBB/Baa2 untuk Indonesia dengan outlook stabil, di saat banyak negara mengalami downgrade.

8.Fakta kedelapan, utang yang dilakukan pemerintah memberi manfaat lebih. Prastowo mengatakan, sepanjang 2015 hingga 2022 penambahan utang sebesar Rp5.512 triliun masih lebih rendah dibanding belanja prioritas yang mencapai Rp8.892 triliun. Adapun belanja prioritas itu berupa belanja perlindungan sosial, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

9.Fakta kesembilan, pertumbuhan aset nilainya melebihi penambahan utang. Menurut Prastowo, hal tersebut menunjukkan pembangunan infrastruktur yang terus menjadi salah satu prioritas sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi. "Selain itu, utang juga digunakan untuk ketersediaan sarana pendidikan dan kesehatan, untuk mendukung pembangunan kualitas SDM," pungkasnya.

10.Fakta kesepuluh, utang BUMN bukan beban APBN. Yustinus Prastowo mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menyatakan BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Segala utang yang timbul atas aksi korporasi pun menjadi tanggung jawab BUMN yang bersangkutan, bukan merupakan utang negara.

Editor : Muhammad Burhan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network