Sudah menjadi kaprah, tokoh Rahwana dalam epos Ramayana digambarkan sebagai tokoh antagonis. Dialah yang menculik Sinta dari tangan Rama untuk dipersunting sebagai istri. Bahkan, dalam kisah itu, demi mempertahankan Sinta, Rahwana digambarkan sebagai sosok yang mau melakukan apa saja. Termasuk, mengorbankan saudara-saudaranya dan rakyat negeri Alengkapura.
Cara pandang tersebut sempat dijungkirbalikkan oleh sejumlah tokoh budaya Indonesia. Di antaranya Agus Sunyoto, Sujiwo Tejo, dan K.R.T. Manu J. Widyaseputra.
Rahwana Pahlawan Bangsa Kulit Berwarna
Agus Sunyoto dalam novelnya Rahuvana Tattwa (2006) menggambarkan Rahwana sebagai sosok pahlawan bangsa kulit berwarna. Dialah yang menyatukan bangsa-bangsa kulit berwarna yang menghuni kawasan India hingga Salilabuwana alias Benua Air (Nusantara).
Penyatuan bangsa-bangsa kulit berwarna inilah yang kemudian menjadi kekuatan Rahwana dalam menghadapi bangsa Arya di bawah kepemimpinan Dewa Indra. Saat itu, muncul tokoh pahlawan bangsa Arya, Rama namanya. Dalam menjalankan tugasnya sebagai salah seorang panglima perang, Rama justru mengabaikan istrinya, Sinta.
Oleh Rahwana, perlakuan Rama dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan tidak mencerminkan seorang lelaki yang ksatria. Berbeda jauh dengan sikap Rahwana yang hidup di tengah-tengah bangsa matriarkat (bangsa yang menghargai wanita), Rahwana tak tahan melihat kenyataan itu. Maka, ia pun merebut Sinta dari tangan Rama. Tujuannya, untuk menyelamatkan Sinta dari perlakuan buruk Rama.
Perang besar terjadi, Rahwana kalah. Bukan karena ia dikalahkan oleh nafsu, melainkan oleh pengkhianatan adiknya, Wibisana yang berambisi untuk menduduki tahta kerajaan Alengkapura. Tokoh yang satu ini menjadi penyebab utama kekalahan Rahwana, sebab dari mulutnya banyak rahasia tentang kelemahan Rahwana diungkapkan. Seperti mendapatkan angin segar, Rama kemudian memanfaatkan informasi itu dengan saksama.
Rahwana Sosok Romantis
Hal yang nyaris sama juga diungkapkan Sujiwo Tejo dalam novel dwilogi Rahvayana. Melalui sudut pandang yang berbeda, Rahvayana mengetengahkan kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Meski begitu, Rahwana tetap menunjukkan sikap ksatrianya di hadapan Sinta. Ia tak ingin mengotori rasa cintanya dengan nafsu.
Cara pandang Sujiwo Tejo sebagaimana digambarkan dalam novel Rahvayana, berangkat dari sebuah fragmen dalam epik Ramayana yang menyebutkan bahwa seumur hidupnya, Rahwana hanya mencintai satu wanita. Yaitu, Dewi Setyawati. Namun, dalam perjalanan cintanya itu Dewi Setyawati meninggal dan menitis pada Sinta.
Sayang, Sinta—yang diketahuinya sebagai titisan wanita yang amat ia cintai itu—telah menjadi milik Rama. Maka, ia pun berusaha merebut Sinta, wanita pujaan hatinya itu, dari tangan Rama dan berhasil. Ia segera memboyong Sinta ke istananya. Di sana, Sinta ditempatkan di taman paling indah di istana Alengkapura. Tak hanya itu, ia juga diperlakukan bak permaisurinya yang amat terhormat.
Apapun dipersembahkan untuk Sinta. Setiap kali mengunjungi taman itu, Rahwana selalu memberikan puisi terindahnya. Ia juga memberikan makanan dan minuman paling enak di istana Alengkapura. Semua perlakuan itu rupanya tak mengubah pendirian Sinta. Ia masih saja setia pada suaminya, Rama.
Meski begitu, Rahwana tetap menghormati sikap Sinta. Bahkan, sekali pun ia tak pernah menyentuh kulit Sinta karena ia sangat menghormati dan menghargai wanita pujaannya itu. Namun, malang tak bisa dielakkan. Nasib berkata lain kepada Rahwana. Sekalipun pengorbanan yang ia berikan sangat besar, ia tak sempat memperistri Sinta hingga napas terakhirnya dihembuskan di medan perang melawan Rama yang dibantu Hanuman.
Rahwana Seorang Brahmana Pelindung Dunia Bawah
Pandangan lain diberikan K.R.T. Manu J. Widyaseputra dalam sebuah unggahan video di kanal YouTube Ngobrol Santai Indonesia. Menurut filolog Jawa Kuno dan Sanskerta ini, Rahwana bukanlah sosok antagonis sebagaimana dikisahkan dalam Ramayana saat ini. Pandangan tentang Rahwana sebagai tokoh antagonis baru ada dan berlaku sejak Abad ke-17.
“Kalau berdasarkan sumber aslinya atau sumber primernya, nggak begitu,” ujar filolog Jawa Kuna dan Sanskerta jebolan Rijksuniversiteit Leiden itu. Menurutnya, Rahwana adalah salah satu sosok golongan Asura (makhluk dunia bawah). Oleh sebab itu, Rahwana tergolong pula sebagai sosok raksasa.
“Kata ‘raksasa’ sendiri berasal dari kata ‘raks’. Artinya, melindungi. Maka, Rahwana adalah sosok pelindung dunia bawah,” jelas Romo Manu.
Sebagai sosok pelindung, menurut Romo Manu, tidak mungkin bagi Rahwana berbuat jahat. Justru dengan perannya sebagai pelindung dunia bawah, Rahwana merupakan sosok yang menjaga keseimbangan.
“Kalau dunia bawah tidak ada yang melindungi, maka dunia hancur. Magma nggak ada yang melindungi, patahan bumi tidak ada yang melindungi ya hancur dunia ini,” ungkap Romo Manu.
Untuk alasan itu pula, Romo Manu menegaskan, bahwa tokoh Rahwana jauh dari citra sebagai sosok antagonis. “Justru kalau nggak ada Rahwana, kita ini sudah hancur dari kemarin-kemarin,” tutur Romo Manu.
Sementara, menyinggung tentang peran Rahwana sebagai pelindung, Romo Manu menjelaskan syarat utama seorang pelindung. Yaitu, kemampuannya dalam menguasai pengetahuan. Dikatakannya, Rahwana memiliki banyak pengetahuan. Penguasaannya terhadap pengetahuan juga luar biasa. Dengan penguasaan pengetahuan itulah, kata Romo Manu, “Rahwana adalah seorang brahmana. Bukan dari golongan ksatria. Dan, seorang brahmana harus menguasai sekurang-kurangnya 377 jenis pengetahuan.”
Hal itu dikuatkan dengan peran Rahwana di dalam perang melawan pasukan Rama. Sebagai seorang brahmana, Rahwanalah yang memiliki hak untuk mengesahkan perang dibandingkan Rama.
Di samping itu, Romo Manu juga menjelaskan arti dari nama Rahwana itu sendiri. Menurutnya, nama Rahwana searti dengan sejenis kecapi yang memiliki banyak senar. Hal itu menjadi penggambaran tentang penguasaan terhadap ilmu pengetahuan.
“Makanya dia bernama Rahwana. Rahwana itu kan artinya kan sejenis kecapi. Maka seolah-olah Rahwana ini memiliki banyak tangan. Maka, Rahwana juga dikenal dengan sebutan wingsatibahu (berbahu dua puluh). Mengapa berbahu banyak? Karena bahu-bahunya digunakan untuk melindungi dunia bawah,” jelas Romo Manu.
Lebih lanjut, Romo Manu menyebutkan, sebagai sosok dunia bawah, Rahwana adalah seorang pemuja Dewi Sri (Dewi Bumi). Makanya, Rahwana memiliki nama lain, yaitu Sribhakta, untuk menunjukkan rasa baktinya kepada Dewi Sri.
“Rahwana itu sangat berbakti kepada Dewi Sri. Bahkan, saking besar baktinya kepada Dewi Sri ini, baktinya sudah seperti maddabhakti. Yaitu, tingkat kebaktian yang gila,” kata Romo Manu.
Oleh sebab itu, saat berjumpa dengan Sinta, Rahwana memboyong Sinta ke Alengkapura. Tetapi, bukan untuk dipersunting atau diperistri, apalagi untuk diperkosa. “Sama sekali tidak begitu. Justru, Rahwana memboyong Sinta ke istananya merupakan bentuk kebaktiannya kepada Dewi Sri. Di Alengka, Sinta ditempatkan di sebuah taman yang paling indah di Alengkapura. Setiap Rahwana datang ke taman itu, yang dilakukan adalah pemujaan kepada Sinta. Sebab Sinta adalah titisan Dewi Sri,” tukas Romo Manu.
Editor : Ribut Achwandi
Rahwana Epos Ramayana Ramayana Sinta Manu J Widyaseputra Filolog Jawa Kuna Sanskerta Dunia Bawah Dewi Sri Sujiwo Tejo Agus Sunyoto Rahuvana Tattwa Rahvayana Dewi Setyawati Alengkapura Salilbuwana Nusantara Benua Air Wibisana Hanuman Bangsa Arya Dewa Indra Ngobrol Santai Indonesia Romo Manu Sribhakta maddabhakta Wingsatibahu
Artikel Terkait