Haji Sulong tidak mempunyai buah hati dari pernikahannya dengan Cik Sofiah. Ia kemudian menikah dengan Hajah Khadijah binti Haji Ibrahim.
Pada tahun 1924, ia pun pulang ke tanah airnya, Thailand. Ia membangun sekolah dengan sistem kurikulum pelajaran yang teratur. Sekolah tersebut bernama Madrasah al-Maarif al-Wataniyah Fatani, yang diresmikan tahun 1933 oleh Perdana Menteri Thailand.
Sekolah ini dibangun atas kesadaran Haji Sulong bahwa rakyat Pattani berhak mendapat pendidikan layak. Haji Sulong sebagai bagian dari komunitas Jawi (Melayu) sempat berseteru dengan pemerintah Thailand.
Pada masa itu, Jenderal Phibunsongkhram yang menempati posisi Perdana Menteri (menjabat pada 1938-1944 dan 1948-1957) mengusung ideologi “Thainess” di mana setiap warga negara Thailand harus menjadi Buddhis, berbicara bahasa Thai dan mencintai monarki.
Thainess juga menciptakan sentimen bahwa etnis Thai lebih unggul dibanding etnis lainnya. Ini tentu merugikan etnis lain yang bermukim di Thailand, salah satunya komunitas Jawi.
Dianggap sebagai pemberontak, Haji Sulong lantas ditangkap dan dipaksa untuk menghentikan aktivitasnya. Hal ini dipandang sebagai penghinaan bagi komunitas Jawi, yang kemudian dianggap separatis oleh pemerintah Thailand.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait