JAKARTA - Sebagai upaya menghadapi tantangan harga minyak dunia yang melonjak signifikan,Pertamina melakukan efisiensi sebesar USD2,21 miliar atau sekitar Rp32,7 triliun sepanjang tahun 2021. Pertamina juga terus mengembangkan berbagai kebijakan dan strategi bisnis dari sisi keuangan maupun operasional perusahaan.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan optimalisasi ini tercatat diperoleh dari program penghematan biaya (cost saving ) USD1,36 miliar, penghindaran biaya (cost avoidance) sebesar USD356 juta serta tambahan pendapatan (revenue growth) sekitar USD495 juta.
"Paralel dengan upaya penghematan, Pertamina juga menjalankan program lindung nilai (hegding) untuk manajemen risiko pasar. Selain itu, perseroan juga melakukan sentralisasi pengadaan, prioritas belanja modal dan manajemen aset dan liabilitas untuk menurunkan biaya atau beban bunga (cost of fund)," ujar Emma dikutip melalui pernyataannya di Jakarta, Senin (20/6/2022).
Menurut dia Pertamina terus berupaya mengoptimalkan seluruh biaya serta mengelola aspek finansial perusahaan, agar dapat menekan biaya termasuk memprioritaskan proyek-proyek yang memiliki hasil cepat. Selain memperketat finansial, menurut Emma, Pertamina juga menerapkan strategi operasional dalam rangka meningkatkan pendapatan yang sebagian besar dijalankan oleh anak usaha yakni enam subholding.
Di bisnis hulu, Pertamina terus meningkatkan produksi dan lifting Migas untuk memanfaatkan momentum naiknya harga minyak. Hasilnya, produksi naik 4% dan lifting 3%. Kinerja positif dari operasional hulu tersebut, disumbangkan dari Blok Rokan dan aset luar negeri serta upaya konsisten menjaga tingkat produksi melalui pengeboran sumur dan penemuan sumber daya.
Sepanjang tahun 2021, Pertamina telah melakukan pengeboran 12 sumur eksplorasi dan 350 sumur eksploitasi. Pada tahun yang sama, temuan cadangan (2C) telah mencapai 486,70 MMBOE, dan tambahan cadangan terbukti (P1) mencapai 623,47 MMBOE. Di pengolahan dan petrokimia, pada tahun 2021 Pertamina menerapkan strategi optimasi crude and product. Hal ini telah berkontribusi pada peningkatan yield of value produk sekitar 3%.
"Strategi tersebut terkait dengan pemilihan dan substitusi ekonomis minyak mentah, dan memaksimalkan high valuable products dengan high spreads. Di sisi lain, produksi kilang juga meningkat sebagai respons atas permintaan energi yang lebih tinggi akibat pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.
Editor : Hadi Widodo