Kementerian Keuangan Arab Saudi memproyeksikan defisit anggaran 2020 meningkat menjadi sekitar USD79 miliar atau Rp1,1 kuadriliun, dengan asumsi kurs Rp14.148 per dolar AS. Pembengkakan defisit disebabkan karena adanya pandemi Covid-19. Dan berdasarkan hasil laporan Kementerian Keuangan setempat, defisit anggaran diproyeksikan meningkat di akhir 2020 menjadi sekitar 298 miliar riyal yang diproyeksikan mengecil sampai 2021 menjadi 141 miliar riyal.
Pemerintahan Arab Saudi melakukan beberapa hal untuk memperkecil defisit anggaran dengan menaikkan pajak bagi produk-produk seperti rokok dan minuman kemasan, serta merombak peraturan perpajakan. Memasuki 2018 perekonomian Arab Saudi semakin membaik.
Kemudian pada 2020 dunia mulai dilanda pandemi Covid-19, dimana banyak negara mengalami dinamika ekonomi karena pandemi Covid-19 dan turbulensi politik. Ketika itu, Menteri Keuangan Saudi, Mohammed Al Jaddan memprediksi, penerimaan negara turun menjadi 833 miliar riyal atau Rp3.128 triliun.
Pandemi juga turut menyeret perekonomian Arab Saudi dan menambah dinamika baru pada perekonomian Arab Saudi. Pasalnya virus corona membuat permintaan pasar minyak di dunia menyusut tajam, karena kebijakan lockdown dan larangan bepergian hingga membatasi jamaah haji dan umrah, serta dana besar penanganan Covid-19.
Hal ini menyebabkan Arab Saudi harus berutang lagi. Pemerintah pun merevisi target pendapatan menjadi 770 miliar riyal atau Rp2.891 triliun, turun 16,9 persen dibanding 2019. Sementara utang diprediksi membengkak menjadi 941 miliar riyal atau Rp3.533 triliun, naik 32,9 persen dibanding 2019. Defisit anggaran Arab Saudi diproyeksikan senilai USD50 miliar atau Rp707 triliun pada 2020, naik USD15 miliar atau setara Rp212 triliun dari setahun sebelumnya.
Editor : Hadi Widodo