Soal MBG, Anggota DPRD Blora Sebut Kodim dan Koramil Tugasnya Perang Bukan Ngurusi Makanan

BLORA, iNewsPantura.id- Maraknya laporan tentang porsi makan bergizi gratis (MBG) yang tidak standart di sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Blora, Jawa Tengah Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) gelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang koordiansi wilayah (Korwil) SPPG di Blora dan Dinas Pendidikan (Dindik) terkait pelaksanaan Program MBG.
Ketua komisi D dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Subroto, menyebut program MBG ini yang tahu justru Kodim, Dinas Kesehatan (Dinkes) malah tidak tahu. "Kodim, Koramil tugasnya itu perang, bukan ngurusi makanan", ungkap Subroto, Sabtu 20 September.
Menurut Subroto, banyak laporan masuk terkait porsi makanan yang tidak standart, minimalis dan ada juga yang basi. Pihaknya telah meminta anggota Komisi D untuk mengecek SPPG yang ada diwilayah masing - masing. "Itu terjadi hampir seluruh MBG yang ada di Blora", imbuhnya.
Subroto, juga meminta Dinas Pendidikan segera menarik semua bentuk perjanjian yang dibuat antara SPPG dengan pihak sekolah. Hal itu disampaikan lantaran terdapat klausul yang dinilai tidak adil dan berpotensi merugikan pihak sekolah.
“Poin 5 dan 7 dalam perjanjian jelas tidak adil dan cenderung merugikan pihak sekolah,” tegas Subroto.
Menurutnya, posisi sekolah dalam program makan bergizi seharusnya hanya sebagai penerima manfaat sekaligus pelaksana teknis di lapangan.
Namun, dalam isi perjanjian, terutama pada poin 5 dan 7, pihak sekolah justru dibebani tanggung jawab yang semestinya bukan menjadi kewenangan mereka.
“Kalau sampai terjadi kehilangan sendok, kerusakan, atau bahkan kasus keracunan, pihak sekolah bisa dijadikan kambing hitam, padahal penyedia makanan itu pihak pertama. Mosok sendok harganya Rp. 80.000,” ungkapnya.
Subroto juga menyoroti klausul yang mengatur tentang menjaga kerahasiaan informasi serta mencari solusi bersama apabila terjadi kejadian luar biasa. Ia menilai aturan tersebut patut dipertanyakan karena berpotensi menutup ruang transparansi publik.
“Ini seolah menutup ruang transparansi publik. Justru kalau ada masalah seperti keracunan atau keterlambatan distribusi, harus dibuka terang-benderang agar ada evaluasi, bukan malah ditutup-tutupi,” tambahnya.
Komisi D menegaskan, perjanjian tersebut harus dievaluasi ulang agar pembagian tanggung jawab lebih proporsional.
“Kami tidak ingin ada perjanjian yang memberatkan sekolah. Harus ada evaluasi ulang agar tanggung jawab dibagi secara proporsional. Sekolah jangan sampai dirugikan,” ujarnya.
Sebagai langkah tegas, Subroto meminta Dinas Pendidikan berani menarik perjanjian tersebut.
“Kalau tidak berani, tolak saja makanan mereka. Biar SPPG tidak besar kepala,” pintanya.
Dilokasi yang sama, Nuril Huda selaku Sekertaris Dinas Pendidikan Blora mengatakan terkait program MBG yang ada disekolahan pihaknya tidak mengawasi. Dan terkait perjanjian SPPG dengan pihak Kepala Sekolah pihak juga tidak tahu.
"Tidak tahu ada perjanjian itu, setelah ini kita nanti akan koordinasi dengan teman-teman," jawab Nuril Huda.
Sementara itu, Artika selaku Korwil SPPG Blora usai RDP menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan menarik perjanjian yang sudah dibuat. Ia menambahkan SPPG tidak menyediakan sendok, jadi tidak ada klausul jika kehilangan sendok harus mengganti Rp. 80.000.
“Kalau saya tidak akan menarik perjanjian, karena perintahnya langsung dari BGN pusat. Semua daerah memang menggunakan perjanjian seperti itu. Namun sekarang sudah ada revisi atau perbaikan isi perjanjian. Sebagian sekolah juga sudah menerima perjanjian yang baru, tergantung SPPInya,” jelas Artika.
Ia menambahkan, format dan petunjuk teknis (juknis) perjanjian tersebut dibuat langsung oleh BGN pusat, bukan dari SPPG atau mitra.
“Arahan dari pusat untuk menggunakan yang MoU yang terbaru dan mengganti yang lama. Untuk isi yang terbaru nanti kita kasih tau," pungkasnya.
Editor : Suryo Sukarno