Kartini pun dipingit oleh sang ayah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Di mana ketika seorang perempuan mendapatkan menstruasi, ia harus dikurung di kamarnya hingga ada pria yang datang melamarnya.
Meski menjalani pingitan, Kartini tetap memiliki tekat bulat dan tetap belajar secara otodidak. Salah satu caranya dengan berkirim surat dengan teman-temannya di luar negeri untuk saling bertukar informasi dan ilmu pengetahuan yang sedang berkembang di Eropa.
Kartini juga rutin membaca buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa, dan sejak saat itulah timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi.
Kartini adalah seorang kutu buku, penulis dan istri yang setia. Dia peduli terhadap nasib miris terhadap kaumnya. Berkat kegigihannya memperjuangkan emansipasi wanita, keluarga Van Deventer yang seorang politik etis pun tertarik untuk dengan mendirikan Yayasan Kartini yang selanjutnya mendirikan sekolah wanita pada tahun 1912 di Semarang dan kemudian diteruskan ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya
Berkat perjuangannya tersebut, akhirnya pada 2 Mei 1964, pemerintah menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan. Dan setiap 21 April tiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kartini.
Editor : Hadi Widodo