Kedatangan Michael Clark Rockefeller ke Papua pada November 1961 itu sejatinya bukan yang pertama. Pada Maret 1961 dia mengikuti ekspedisi di Lembah Baliem. Ketika itulah dia mendengar cerita tentang Suku Asmat yang terkenal dengan seni ukir.
Clark kembali ke New York pada Juli 1961 setelah ekpedisi Harvard Peabody itu dianggap selesai. Namun, menurut akademisi Universitas Negeri Papua Dr Mulyadi Djaya dalam tulisannya tentang misteri Rockefeller yang dimuat di salah satu media nasional, Clark hanya sekitar sebulan saja bertemu keluarganya.
Pada akhir September 1961 dia kembali ke Papua untuk menuntaskan keinginannya menggali lebih dalam tentang Suku Asmat.
Korban Kanibalisme?
Petaka terjadi kala Clark Rockefeller mengarungi lepas pantai Papua dengan sebuah kano bersama Renne Wassing dan beberapa penduduk lokal. Diduga kuat perahu kayu kecil itu terombang-ambing dihantam ombak sehingga terbalik.
"Kano yang ditumpangi terbalik dan tenggelam sehingga mereka terapung di lautan. Namun Michael tak sabar menunggu bantuan. Ia berenang menuju pantai dan meninggalkan rombongannya. Saat Rene berhasil diselamatkan, Michael tak pernah ditemukan," tulis buku Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus.
Sekadar diketahui, Rene baru berhasil diselamatkan keesokan harinya. Hilangnya Michael Clark Rockefeller kontan menghebohkan dunia. Terlebih di AS, hampir seluruh media mengulasnya.
Upaya pencarian besar-besaran dilakukan, termasuk melibatkan pasukan terlatih US Army. Misi menyelamatkan Clark itu juga mengerahkan helikopter, pesawat, kapal dan ribuan penduduk lokal. Hasilnya? Dia tak pernah ditemukan.
Di mana Clark? Berbagai teori mengemuka. Dia diduga kuat meninggal karena kelelahan berenang dari laut ke tepi pantai. Namun ada dugaan pula dia dimangsa binatang, entah hiu, buaya atau lainnya saat mencoba mencari pertolongan.
Namun di luar itu, teori yang ramai menyeruak adalah dia diduga kuat tewas dibunuh penduduk setempat dan jasadnya dimakan. Dengan kata lain, ahli waris raksasa industri minyak itu menjadi korban kanibalisme.
Editor : Hadi Widodo