“Ambillah benang ini dan juallah. Kita akan berbuka puasa dengan uang hasil penjualan itu,” jawab Syarifah Nafisah, yang bermata pencaharian memintal dan menjual benang-benang untuk kain. Wanita sahabatnya itu kemudian pergi menjual benang. Uang hasil penjualan dibelikan roti untuk berbuka puasa Syarifah Nafisah dan sahabat-sahabatnya. Ya, zahidah itu tidak menggunakan uang hadiah pejabat itu untuk kepentingan pribadi.
Kisah yang dikutip Dr. Javad Nurbakhsh dalam bukunya Sufi Women itu Baru sepenggal kisah hidup Syarifah Nafisah yang penuh dengan puasa, salat malam, dan kezuhudan. la juga terkenal luas tingkat karamah dan kemampuan karismatisnya. Menurut sejarah, Syarifah Nafisah lahir di Mekah, menikah dengan Ishaq Mu’tamin bin Imam Ja’far As-Shadiq. Kemudian hijrah ke Mesir, negeri tempat ia menghabiskan waktunya selama sekitar tujuh tahun, sebelum akhirnya meninggal dunia pada tahun 208 H/788 M.
Diceritakan, menjelang wafatnya Syarifah Nafisah sedang berpuasa, dan orang-orang menyarankan agar ia membatalkan puasanya. la berkata, “Alangkah anehnya saran kalian ini. Selama tiga puluh tahun ini aku telah bercita-cita hendak menghadap Tuhanku dalam keadaan berpuasa. Apakah sekarang aku harus membatalkan puasaku? Tidak, tidak mungkin!”
Beliau lalu membaca ayat AI-Quran surah AI-An’am. Ketika sampai pada ayat’Bagi mereka Darussalam (rumah kedamaian) di sisi Tuhan mereka dan Dia-lah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang mereka kerjakan” (ayat 127), zahidah ini menghembuskan napas terakhir.
Editor : Hadi Widodo