JAKARTA, iNewsPantura.id - Ketua Komnas Haji dan Umrah menyebut putusan biaya haji Tahun 1444 H/2023 semakin melanggengkan skema ponzi.
Diketahui besarnya biaya haji Tahun 1444 H/2023Rp90.050.637,26 yang di dalamnya meliputi besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bpih) Rp49.812.700,26,- atau sebesar 55,3%, dan nilai manfaat rata-rata per jamaah sebesar Rp40.237.937,00 atau sebesar 44.7%
Menurutnya, keputusan tersebut berorientasi jangka pendek dan bercampur muatan politis. Sehingga jamaah haji yang dikorbankan. Sebab, 5,2 juta jamaah haji tunggu harus menjalani masa antre yang bisa mencapai 60 tahun mendatang baru berangkat.
"Jika dicermati lebih seksama keputusan di DPR tadi malam sesungguhnya merupakan keputusan yang berorientasi jangka pendek semata dan bercampur muatan politis, maklum di tahun politik seperti sekarang di mana Pemilu akan digelar tahun depan tentu DPR tidak ingin popularitasnya anjlok dan kehilangan pamor di masyarakat," kata Mustolih dalam keterangannya, Kamis (16/2/2023).
Dia menyebut seharusnya nilai manfaat menjadi hak jamaah tunggu yang diambil lebih dahulu untuk menambal/menyubsidi biaya jamaah haji pada tahun ini sebesar kurang lebih Rp8 triliun (80 persen) kepada 202 ribu jemaah haji regular.
Sehingga seolah-olah biayanya murah dengan bantuan subsidi biaya berkisar Rp40.237.937 juta /per orang. Lantas dia membandingkan dengan jamaah haji tunggu yang jumlahnya 5,2 juta yang hanya diberikan imbal hasil rata-rata Rp2 triliun (20 persen).
Mereka menerima nilai manfaat disalurkan melalui virtual account (VA) yang jika dijabarkan nilainya Rp350 ribu per jamaah per tahun.
"Kemenag dan BPKH tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti kemauan DPR, karena DPR punya senjata pamungkas yakni Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 8/2019 di mana BPIH harus mendapat persetujuan DPR," ujarnya.
Dia pun mengatakan ada yang aneh atas subsidi yang selama ini digelontorkan. Sebab, jamaah haji regular yang menyetor uang muka Rp25 juta saja yang diberikan nilai manfaat.
Sementara jemaah haji khusus yang memberikan uang muka lebih besar USD4 ribu tidak memperoleh subsidi. Kisaran jumlah jamaah tersebubt saat ini mencapai 100 ribu orang.
"Subsidi semacam ini sejatinya tidak memiliki landasan hukum karena jika merujuk pada UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UUPKH) pengelolaan dana haji oleh BPKH harus menggunakan sistem syariah yakni menggunakan akad wakalah, sehingga setoran pokok maupun hasil kelolaannya merupakan hak dari Jemaah itu sendiri (shohibul maal),"kata dia.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait