JAKARTA, iNewsPantura.id - Ada indikasi mati kelaparan, sekte sesat di Kenya telah menyebabkan ratusan orang meninggal.
Paul Nthenge Mackenzie, pemimpin sekte sesat di Kenya, Afrika tengah menghadapi tuntutan atas tuduhan tindakan terorisme, pembunuhan, penculikan, dan kekejaman terhadap anak-anak.
Pria yang memproklamirkan diri sebagai Pendeta tersebut diketahui mendirikan gereja Good News International Church pada 2003 dan memulai aksi kejinya tersebut. Nthenge hadir di pengadilan bersama delapan orang terdakwa lainnya dengan tuduhan dugaan telah menghasut para pengikutnya hingga mati kelaparan dengan dalih untuk bertemu Yesus.
Mengutip laporan The Guardian, Rabu (3/5/2023), diketahui sebanyak 109 orang sejauh ini dipastikan sudah meninggal dunia, dan mirisnya kebanyakan dari korban merupakan anak-anak.
Penduduk setempat di Malindi mengatakan, bertahun-tahun sebelum gereja Good News International Church ditutup pada 2019, ajaran Nthenge memang semakin kontroversial. Ia menyerukan dengan vokal agar para pengikutnya tidak makan, tidak terlibat dalam aktivitas normal manusia pada umumnya, yang ia sebut sebagai kegiatan duniawi. Misalnya bersekolah, berobat secara medis, dan menggunakan kosmetik bagi wanita.
Sampai akhirnya, seruan sesat tersebut memicu munculnya penolakan dari komunitas dan akhirnya membuat gereja tersebut ditutup. Sayangnya, Nthenge sudah berhasil mengumpulkan para pengikut yang kuat dan setia.
Dalam praktik ajaran sesatnya, diungkap Issa Ali, salah satu remaja mantan pengikut Nthenge, pria tersebut akan menginstruksikan para pengikutnya untuk mengikutinya ke kawasan tanah kosong Shakahola, hutan terpencil kira-kira 50 mil dari kota Malindi, Kenya. Kemudian, di tempat itulah desa-desa kecil di hutan didirikan para pengikut sekte seksat tersebut dan praktik mengerikan ajaran sesat Nthenge berjalan.
Hingga akhirnya, baru-baru ini kepolisian setempat menemukan begitu banyak mayat yang ditumpuk di kuburan dangkal di seberang hutan. Dilaporkan lebih lanjut, diungkap ahli patologi pemerintah, dari 10 otopsi yang dilakukan, 1 orang dewasa dan 9 anak-anak, sebagian besar memperlihatkan tanda-tanda mengalami kelaparan, sementara dua anak menunjukkan tanda-tanda sesak napas.
"Umumnya, sebagian besar dari mereka (jenazah) mengalami kelaparan. Kami melihat ciri-ciri orang yang belum makan, tak ada makanan di perut," terang Johansen Oduor, kepala ahli patologi pemerintah, seperti dikutip Reuters.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait