JAKARTA - Neraca dagang industri kimia RI masih defisit padahal menjadi sektor tiga besar kontributor penopang kinerja industri pengolahan nonmigas.
Oleh sebab itu, Kementerian Perindustrian terus berfokus dalam pengembangan investasi di industri kimia untuk dapat mensubstitusi impor bahan dan barang kimia.
“Pada tahun 2021, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang mencapai USD18,86 miliar. Di tengah masa pandemi dan pemulihan ekonomi, kami terus berupaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan di sektor industri kimia ini,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Ignatius Warsito dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (2/4/2022).
Warsito menjelaskan, pihaknya tengah menyusun neraca komoditas sebagai bentuk komitmen untuk pemetaan atau memberikan data dan informasi terhadap situasi konsumsi dan produksi pada komoditas tertentu untuk kebutuhan industri.
“Sehingga ke depan, akan memberikan keseimbangan pada neraca perdagangan kita. Bahkan, ekspansi ini menjadi momentum dalam mewujudkan kemandirian industri kita,” jelasnya.
Menurut Warsito, industri petrokimia merupakan sektor strategis di tingkat hulu yang menjadi modal dasar dan prasyarat utama untuk pengembangan industri di tingkat hilir seperti plastik, serat kain, tekstil, kemasan, elektronika, otomotif, obat-obatan dan industri-industri penting lainnya.
“Berhasil tidaknya pemerintah dalam membangun industri nasional, salah satunya sangat dipengaruhi oleh profil industri petrokimia,” tuturnya.
Sebagai pemasok bahan baku untuk industri hilir, lanjut Ignatius, sektor petrokimia juga diharapkan memiliki kapasitas yang memadai dan memiliki performa yang baik dan stabil di setiap saat.
“Hal inilah yang memacu pemerintah untuk terus memperkuat industri petrokimia melalui peningkatan kapasitas produksi serta melengkapi struktur pohon industri demi menjamin pemenuhan kebutuhan bahan baku industri,” papar Warsito.
Selama tahun 2020 hingga 2030, Ignatis menuturkan, pemerintah tengah berusaha mengawal proyek-proyek pembangunan industri kimia raksasa yang total nilai investasinya mencapai USD31 miliar.
Investasi tersebut guna memperkuat komoditas di sektor kimia hulu dan mampu mensubstitusi produk petrokimia yang masih diimpor seperti Etilena, Propilena, BTX, Butadiena, Polietilena (PE), dan Polipropilena (PP).
“Kapasitas industri nasional untuk produk-produk tersebut saat ini mencapai 7,1 juta ton per tahun,” sebutnya.
Guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat, diperlukan peningkatan kapasitas produksinya.
“Dengan adanya investasi besar di industri petrokimia yang saat ini didukung penuh oleh pemerintah, Indonesia akan menjadi negara produsen petrokimia Nomor 1 di ASEAN dengan tambahan total kapasitas Olefin sebesar 5,7 juta ton per tahun serta tambahan total kapasitas Poliolefin sebesar 4,7 juta ton per tahun,” imbuhnya.
Editor : Hadi Widodo
Artikel Terkait