PEKALONGAN, iNews - Setelah mendapatkan kursi di dalam jejaring kota kreatif dunia UNESCO, perkembangan Kota Pekalongan rupanya masih dirasa belum bergerak cepat. Akibatnya, kesan sebagai kota kreatif dunia belum benar-benar dapat dirasakan masyarakat. Hal tersebut terungkap lewat pernyataan Direktur Lingkar Kajian Kota Pekalongan (LKKP), Rangga Setya Nugraha saat membuka acara halalbihalal LKKP yang diselenggarakan di Gedung Yayasan Abdul Gaffar Ismail (YAGIS), Kamis siang (5/5/2022).
Padahal, menurut Rangga, Kota Pekalongan memiliki cukup banyak komunitas atau kelompok masyarakat potensial yang tersebar di hampir seluruh wilayah Kota Pekalongan. Ia menengarai, komunitas-komunitas tersebut umumnya dikelola oleh anak-anak muda yang peduli dengan kemajuan kotanya. "Ini tentu pemandangan yang cukup paradoks. Di tengah-tengah pertumbuhan komunitas yang dalam beberapa tahun terakhir ini marak, tetapi hampir-hampir kondisi yang ada terasa sepi. Perkembangan kota seolah berjalan lambat seperti tak ada gairah," ungkap Rangga.
Tak pelak, muncul pula asumsi, bahwa kelambanan ini disebabkan oleh minimnya keterlibatan langsung dari komunitas-komunitas yang ada. "Ada dua hal yang mungkin saja memengaruhi minimnya keterlibatan ini. Pertama, akses yang terbatas. Kedua, inisiasi dari pemangku kebijakan yang dirasa masih belum bisa menyentuh langsung ke seluruh penggiat komunitas," papar Rangga.
Meski demikian, Rangga tidak lantas menisbikan keterlibatan komunitas. Ia bahkan mengakui bahwa selama ini ada sejumlah komunitas yang dilibatkan. "Hanya, biasanya keterlibatan itu dipengaruhi oleh faktor kedekatan atau karena minimnya informasi yang diterima pihak pemangku kebijakan tentang database komunitas yang ada di Kota Pekalongan," tuturnya.
Untuk alasan itu, saat ini pihaknya terus berupaya untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, terutama dengan pemerintah. Komunitas yang didirikannya bersama kawan-kawan mahasiswa Pekalongan yang berkuliah di berbagai kampus ini merupakan komunitas yang memfokuskan pada kajian akademis. Dengan kata lain, LKKP sengaja memosisikan sebagai komunitas keilmuan.
"Sesuai AD/ART, LKKP didirikan untuk mewadahi para calon peneliti. Anggota kami, seluruhnya anak-anak muda Kota Pekalongan. Impian kami, dengan keberadaan LKKP, kami bisa sedikit banyak berkontribusi bagi pembangunan dan pengembangan Kota Pekalongan, tentu dengan mendasarkan pada hasil kajian dan penelitian yang kami lakukan. Jadi, kami ingin membangun sebuah budaya baru bagi anak-anak muda Pekalongan khususnya, yaitu budaya keilmuan. Budaya akademis, budaya ilmiah," harap Rangga.
Seperti dijelaskan Rangga, di dalam kepengurusan LKKP terdapat pembidangan berdasarkan bidang-bidang keilmuan. "Ini peluang bagi anak-anak muda Pekalongan untuk dapat sama-sama belajar dan berlatih untuk berpikir kritis. Apalagi, kajian yang kami lakukan melibatkan berbagai perspektif keilmuan. Pendekatan yang kami lakukan pun pendekatan interdisipliner. Lintas ilmu," tutur Rangga.
Selain kepengurusan harian, LKKP juga menggandeng sejumlah pakar dari berbagai bidang. Salah satunya, Porf. Dr. Muhammad Rokhis Komarudin yang saat ini mengabdikan diri sebagai peneliti di LAPAN.
Editor : Ribut Achwandi
Artikel Terkait