Maka dari itu, segala jenis peribadatan sangat dibatasi termasuk ibadah haji.
Bahkan, Belanda sangat berhati-hati untuk ibadah haji lantaran pada saat itu mayoritas orang yang pergi menunaikan ibadah haji, saat pulang kembali ke tanah air akan melakukan perubahan.
Diketahui, pada zaman pendudukan Belanda, sudah banyak pahlawan Indonesia yang menunaikan ibadah haji, seperti Pangeran Diponegoro, HOS Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara dan masih banyak yang lainnya. Kepulangan mereka dari menunaikan ibadah haji banyak membawa perubahan untuk Indonesia ke arah yang lebih baik.
Tentu hal seperti ini merisaukan pihak Belanda. Sebagai upaya Belanda mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad Tahun 1903 di mana Pemerintahan Kolonial Belanda pun mengkhususkan Pulau Onrust dan Pulau Kayangan (Sekarang Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu (Sekarang termasuk wilayah DKI Jakarta) menjadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia.
Di Pulau Onrust dan Pulau Kayangan (Sekarang Pulau Cipir) di Kepulauan Seribu, orang-orang yang pulang dari menunaikan ibadah haji banyak yang dikarantina.
Setelah karantina usai akan dipulangkan ke kampung halamannya.
Oleh sebab itu, gelar haji menjadi sebagai cap yang memudahkan Pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi orang-orang yang dipulangkan ke kampung halamannya sehingga memudahkan Pemerintahan Kolonial Belanda untuk mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakkan.
Editor : Hadi Widodo