get app
inews
Aa Text
Read Next : Pakai Seragam SMA, Cara KPPS di TPS 002 Ngampel Wetan Tingkatkan Partisipasi Pemilih

Populasi Janda Usia Muda Membludak, Ini Dia Penyebabnya!

Rabu, 11 Mei 2022 | 13:23 WIB
header img
Ilustrasi (sumber: okezone.com)

Berdasarkan penjelasan di situs kominfo.go.id, generasi milenial merupakan kelompok manusia yang lahir antara tahun 1980-1990 atau awal tahun 2000 dan seterusnya.  Kelompok ini identik dengan generasi muda yang menguasai teknologi. “Mereka tumbuh besar saat teknologi sedang berkembang. Mereka bahkan cenderung sulit dipisahkan dari perangkat teknologi. Hal ini dapat dilihat pada keseharian gen Y ini yang cenderung sulit berpisah dengan smartphone miliknya,” ungkap Coach Kiki, sapaan akrabnya.

Penguasaannya terhadap teknologi, membuat generasi ini lebih cepat menyerap informasi. Menurut, psikolog yang kerap mengisi berbagai macam pelatihan ini, generasi milenial seharusnya dapat juga terbentuk menjadi generasi cepat, bukan generasi instan. Mereka harus tetap menjalani proses untuk mencapai kesuksesan. “Sebagian orang melupakan bahwa toge itu cepat tumbuh, tetapi tidak kokoh. Berbeda dengan beringin yang menancapkan akarnya terlebih dahulu sehingga lebih kuat menahan tantangan,” katanya.

Karakteristik menginginkan dan melakukan sesuatu dengan serba cepat merupakan salah satu karakter terkuat dan tak terhindarkan dari generasi ini. Karakteristik serba instan bisa menjadi positif. Asalkan, generasi milenial tidak melupakan aspek proses dan kerja keras yang harus dilalui jika ingin mendapatkan pencapaian terbaik. Perlu dipahami, kecepatan adalah kekuatan, namun ketergesa-gesaan adalah kesia-siaan.

Dengan karakteristik tersebut, generasi milenial cenderung mengambil cara-cara instan dan cepat di dalam proses penyelesaian masalahnya. Mereka tidak cukup bersabar untuk melalui sebuah proses penyelesaian masalah. Pilihan logis bagi generasi milenial ketika menghadapi suatu masalah adalah fight or flight. “Padahal, di dunia pernikahan yang mereka lihat indahnya dari sinetron, medsos dan drakor ternyata tidak seindah dunia pernikahan yang mereka alami. Bagaimana konflik kecil menjadi besar dengan cepatnya, kisruhnya masalah perekonomian keluarga yang belum mapan, mudahnya mereka mengalami kelelahan mental sebagai hasil konsekuensi dari perilaku generasi X orang tuanya yang menjadikan mereka seperti itu,” jelasnya.

Lebih lanjut, Coach Kiki memberi contoh, apabila anak di generasi X kena hukuman dari gurunya bahkan hukuman fisik, mereka enggan atau takut menceritakan masalah atau kejadian pada orang tuanya, kerena mereka tahu konsekuensinya malah akan menjadi bumerang buat mereka seperti orang tua ikut menyalahkan, ikut memarahi atau bahkan memberikan hukuman tambahan pada mereka. Tetapi kalau ini terjadi pada anak-anak generasi milenial yang mengalami hukuman fisik dari gurunya, apa yang terjadi, anak berani menceritakan kejadiannya pada orang tuanya dan reaksi orang tuanya bisa jadi membela membabi buta atas kesalahan yang dilakukan anaknya.

Editor : Ribut Achwandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut