Perilaku seperti itu membuat anak-anak generasi milenial seringkali berkelit dari kewajiban untuk bertanggungjawab atas segala perbuatannya sendiri. Hal inilah yang menjadikan ketika memasuki dunia pernikahan, mereka tidak paham dan tidak tahu kesalahan apa yang membuat mereka terlibat suatu konflik rumah tangga.
Psikolog QQNuansa Consultant ini juga menegaskan, faktor utama dalam memasuki dunia pernikahan adalah komitmen. Ciri dari belum adanya komitmen dalam suatu pernikahan adalah banyaknya pasangan yang belum memiliki misi jelas dalam pernikahannya. Bisa saja pasangan berangkat dari mindset yang kurang tepat bahwa pernikahan cukup bermodalkan cinta.
“Aspek-aspek lain seperti misi pernikahan, komunikasi, komitmen, keuangan juga spiritual kurang dipersiapkan dan dikelola. Faktor psikologis berikutnya adalah stabilitas emosi yang belum matang juga rentan mengalami konflik. Masing-masing akan mempertahankan " dunia aku" bukan "dunia kita". Akan memicu pertengkaran yang berkelanjutan juga perceraian. Dan yang terakhir, kurang siap mental dalam mengasuh anak,” paparnya.
Kekurangsiapan mental untuk menjalankan peran baru sebagai ayah bunda membuat level stress lebih tinggi, yang jika tidak dikelola maka akan mengantarkan pada manusia yang rentan dengan masalah kejiwaan.
Editor : Ribut Achwandi