GROBOGAN, iNewsPantura.id – Di balik sunyi hutan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, semangat mencerdaskan bangsa terus menyala dari sosok sederhana bernama Inayati. Wanita paruh baya asal Desa Ngombak ini mengajar di tiga sekolah berbeda dengan honor hanya Rp300 ribu per bulan, namun justru mampu mendirikan lima taman bacaan gratis bagi warga kurang mampu.
Setiap pagi, ibu satu anak ini mengayuh sepeda mininya menembus jalanan desa menuju SD Negeri 1 Ngombak, sebuah SMP, dan madrasah tempat ia mengajar Bahasa Inggris. Meski berlatar belakang Sarjana Hukum, Inayati dipercaya mengajar karena kemampuannya dalam berbahasa Inggris.
“Inayati sudah bergabung sejak 2020 sebagai guru tamu. Kami hanya bisa memberikan honor Rp300 ribu karena keterbatasan dana,” ujar Tatik Budianingsih, Kepala SD Negeri 1 Ngombak. Ia berharap pemerintah, khususnya Presiden Prabowo, memberikan perhatian pada nasib guru honorer seperti Inayati.
Honor minim tak menyurutkan langkah Inayati. Justru dari penghasilan itulah ia menyisihkan sebagian untuk merintis taman bacaan di desa. Kini, lima taman bacaan berdiri dan dibuka gratis bagi siapa saja. Lokasinya tersebar di rumah warga, mushola, dan di rumahnya sendiri.
“Saya miris lihat anak-anak lebih banyak main gadget. Saya ingin mereka kenal buku dan bisa berpikir kritis,” ungkap Inayati.
Perjalanan pengabdiannya dimulai sejak 1993 sebagai guru di Banjarmasin. Ia sempat menjadi TKI di Brunei Darussalam, namun kembali ke Indonesia demi merawat anak dan orang tuanya. Sejak itu, ia kembali mengabdi di dunia pendidikan.
Dengan modal pribadi, bantuan donatur, dan sumbangan buku dari relawan, taman bacaannya kini jadi ruang belajar favorit anak-anak. Tak hanya tempat membaca, taman ini menjadi ruang aman tumbuh kembang anak-anak desa.
Wati, warga setempat, mengaku sangat terbantu. “Anak saya bisa belajar tanpa biaya. Ini sangat berarti buat kami yang tak mampu,” katanya.
Kini, taman-taman bacaan tersebut dikelola secara mandiri oleh warga sekitar. Inayati tak pernah menuntut imbalan. Harapannya hanya satu: agar pendidikan bisa diakses semua kalangan, tanpa terkecuali.
“Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi?” ucapnya.
Editor : Suryo Sukarno
Artikel Terkait