Pada hikayat di atas, dapat kita ambil pelajaran.
- Pertama, kita tidak boleh memvonis siapa pun sebagai ahli neraka. Karena urusan surga dan neraka merupakan urusan Allah.
- Kedua, orang yang meninggal dalam keadaan Islam, walaupun semasa hidupnya bergelimang kemaksiatan, ia tetap harus dirawat sebagaimana janazah orang Muslim pada umumnya.
- Ketiga, kita perlu waspada kepada siapa saja untuk tidak berprasangka buruk kepada mereka. Sehingga kita menjadi merasa lebih baik daripada mereka. Siapa tahu, orang yg buruk itu karena mereka pandai mengolah hati serta rasa, mereka lebih dicintai Allah daripada kita.
- Keempat, sikap kita, saat bertemu dengan orang yang nyata melakukan kemungkaran adalah bukan dengan cara mencaci makinya. Namun, ingkar di hati seraya mendoakan kepada Allah supaya diberikan hidayah-Nya. Andai saja ternyata dia lebih baik dari kita, kita berharap, doa tersebut menjadi pintu Allah mengampuni kita sebab kita mengasihi sesama saudara kita, berpikir, bermunajat, berbisik, berusaha berkomunikasi dengan Allah akan membukakan banyak jalan kita kepada Allah.
Mendengar wahyu ini Musa akhirnya memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Dan ini menjadi ‘itibar bagi dirinya dan kaumnya untuk selalu mengharapkan rahmat dari Allah.
Rasulullah pernah berkata, “Seorang yang tenggelam dalam kemaksiatan tetapi tetap mengharapkan belas kasih Allah, lebih dekat kepada-Nya daripada seorang ahli ibadah yang putus harapan dari belas kasih Allah.”
والله اعلم
Editor : Hadi Widodo