3.Peristiwa Rengasdengklok
Setelah kaum muda bicara kemerdekaan, merekapun bergerak dan memicu terjadinya peristiwa Rengasdengklok.Terjadi perdebatan soal penentuan waktu kemerdekaan antara kaum muda dan golongan tua.
Para pemuda berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus segera dilaksanakan oleh kekuatan bangsa Indonesia sendiri, dan bukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dinilai sebagai bentukan Jepang. Salah satu pemuda dari golongan pemuda yang menemui Moh. Hatta di kediamannya adalah Sutan Syahrir. Syahrir mendesak agar Ir. Soekarno dan Moh. Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun, Soekarno dan Moh. Hatta yang dari pihak golongan tua tidak setuju. Mereka yakin bahwa bagaimanapun Indonesia akan tetap merdeka tidak lama lagi. Pada rabu tanggal 15 Agustus 1945 sekitar jam 20.00, para pemuda mengadakan pertemuan di sebuah ruangan di belakang Laboratorium Biologi Pegangsaan Timur 17. Setelah hasil perundingan di dapatkan, dua orang pemuda kemudian membawa putusan tersebut ke kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur 56. Namun, Soekarno tetap pada pendiriannya bahwa Jepang masih berkuasa secara de facto, dan mengingatkan bahwa musuh mereka bukan lagi Jepang, tetapi Belanda yang pasti segera datang setelah Jepang menyerah.
Golongan mudapun kemudian mengamankan Soekarno dan Moh. Hatta menuju Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Golongan pemuda memilih Rengasdengklok dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut relatif aman.
Sesampainya di Rengasdengklok, Soekarno dan rombongan ditempatkan di rumah seorang keturunan Tionghoa Djiaw Kie Song. Golongan pemuda berharap pada tanggal 16 Agustus 1945, Bung karno dan Bung hatta bersedia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan.
3.Penentuan Tanggal 17 Agustus
Pada hari yang sama, yakni tanggal 16 Agustus 1945 terjadi pertemuan antara golongan muda dengan golongan muda di Jakarta. Setelah pertemuan antara Ahmad Subarjo (golongan tua) dengan Yusuf Kunto dan Wikana (golongan tua), terdapat kesepakatan terkait dengan pelaksanaan proklamasi.
Editor : Muhammad Burhan